HAK CIPTA, HAK PATEN DAN HAK MEREK
1.
Hak Cipta
A.
Sejarah Hak Cipta
Konsep hak
cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa
Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh
Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan
tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.
Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang
pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
disalin.
Awalnya, hak
monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak.
Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710
dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne
Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi
Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi
Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright
antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara
otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya
untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan
dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si
pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku
copyright tersebut selesai.
Pada tahun 1958, Perdana Menteri
Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual
Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa
harus membayar royalti.
Pada tahun
1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan
Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta
yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada
akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan
undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan
antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs
("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual").
Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual
Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO")
melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
B.
Pengertian dan Dasar Hukum Hak Cipta
Hak
cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan
tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa
berlaku tertentu yang terbatas.
Hak Cipta
adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[3]
UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang
mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau
konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan
melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya
semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu
ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut.
Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©.
Indonesia
saat ini telah meratifikasi konvensi internasional dibidang hak cipta yaitu
namanya Berne Convension tanggal 7 Mei 1997 dengan Kepres No. 18/ 1997 dan
dinotifikasikan ke WIPO tanggal 5 Juni 1997, dengan konsekuensi Indonesia harus
melindungi dari seluruh negara atau anggota Berne Convention.
Perlindungan Hak Cipta diatur
dalam Undang-undang no.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta , diubah UU no.7 tahun
1987, diubah lagi UU no. 12 1987beserta Peraturan pelaksanaannya.
·
Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
·
Undang-undang
Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
·
Undang-undang
Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
·
Undang-undang
Nomor 14/1997 tentang Merek
·
Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection
of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization
·
Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
·
Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection
of Literary and Artistic Works
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan
WIPO Copyrights Treaty
C.
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Berdasarkan Pasal 2, 3, dan 4 UU No
19 Tahun 2002:
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pencipta
dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut unt uk kepentingan yang bersifat
komersial.[4]
·
Hak Cipta
dianggap sebagai benda bergerak
·
Hak Cipta
dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
-
Pewarisan
-
Hibah
-
Wasiat
-
Perjanjian tulis
-
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.[5]
Hak Cipta
yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi
milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Hak Cipta
yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi
milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.[6]
D. Jenis-Jenis Hak Cipta
Ø Hak ekonomi = hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan nya
Ø Hak moral = hak yang melekat pada
diri pencipta yang tidak dapat dihapus tanpa alasan apapun.
Ø Hal – hal yang tidak bisa di
daftarkan sebagai hak cipta:
Ø Ciptaan di luar bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra
Ø Ciptaan yang tidak sesuai dengan
ketentuan undang-undang hak cipta
Ø Ciptaan yang bersifat abstrak
E. Hak-hak
yang tercakup dalam Hak Cipta
Hak Ekslusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada
pemegang hak cipta adalah hak untuk:
-
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut
(termasuk, pada umumnya, salinan elektronik).
-
Mengimpor dan mengekspor ciptaan. Menciptakan karya turunan atau derivatif atas
ciptaan (mengadaptasi ciptaan).
-
menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum.
-
Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam
hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak
cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta
tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Hak Ekonomi dan Moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki
pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara
inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern).
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak
tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak
ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada
diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan
dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2].
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan,
walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak
Cipta
F.
Penegakan Hukum Hak Cipta
Penegakan hukum atas hak cipta
biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula
sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas
pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam
hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang
dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang
merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU
19/2002 bab XIII).
G.
Pengecualian dan Batasan Hak Cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini
berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak
cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing
yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan
tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang
berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak
cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam
hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam
menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian
ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak
dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau
pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama
ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan
pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program
komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta
juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak
tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan
"yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun
menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya
terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum
yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika
orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman
yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan.
Tidak ada hak cipta atas hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim,
ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
(misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa).[7]
Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada
dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta
mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan
menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya
dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
H.
Cara Pendaftaran Hak Cipta
Perlindungan suatu ciptaan timbul
secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata.
Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak
cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan
ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai
alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap
ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen
HKI-DepkumHAM).
Syarat untuk permohonan pendataran Hak Cipta:
-
mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap dua
-
surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan: nama, kewarganegaraan
-
uraian ciptaan rangkap dua
Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat
diajukan:
-
melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa
fotokopi KTP.
-
permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan satu
Badan Hukum dengan demikian nama-nama harus ditulissemuanya , dengan menetapkan
satu alamat pemohon .
-
melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya.
-
membayar biaya permohonannya pendaftaran sebesar Rp. 75.000 (tujuhpuluh lima
ribu rupiah)
2. Hak Paten (patent)
A. Latar Belakang dan Devinisi
istilah paten bermula dari bahasa Latin yang berarti
dibuka dan berlawanan dengan Latent yang berarti terselubung, oleh karenanya
bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui
oleh umum. Dengan terbuka tersebut tidak berarti setiap orang bisa mempraktikan
penemuan bisa didayagunakan oleh orang lain. Baru setelah habis masa
perlindungan patennya penemuan tersebut menjadi milik umum (public domain),
pada saat inilah benar-benar terbuka. Dengan terbukanya suatu penemuan yang
baru, memberi informasi yang diperlukan bagi pengembangan teknologi selanjutnya
berdasarkan penemuan tersebut dan untuk memberi petunjuk kepada mereka yang
berminat dalam mengeksploitasi penemuan itu.
Paten adalah hak istimewa (eksklusif) yang diberikan
kepada seorang penemu (inventor) atas hasil penemuan (invention) yang dilakukan
di bidang teknologi, baik yang berbentuk produk atau proses saja, atas dasar
hak istimewa tersebut, orang lain dilarang untuk mendayagunakan hasil
penemuannya terkecuali atas izinnya atau penemu sendiri melaksanakan hasil
penemuannya.
Hak istimewa ini diberikan untuk jangka waktu
tertentu, setelah itu hasil penemuannya menjadi milik umum. Dengan demikian
setiap hasil penemuan yang telah dipatenkan, penemuannya atau mendayagaunakan
hasil temuannya tersebut. Paten diberikan atas dasar permohonan yang dimohonkan
oleh pemohon,dan apabila paten tersebut diterima diwajibkan oleh pemegangnya
untuk melaksanakan patennya tersebut. Bagi penemu diberikannya suatu hak
perlindungan terhadap penemuannya ini atau dapat kita sebut dengan istilah
monopoli dapat dianggap sebagai suatu penghargaan bagi ide intelektualnya.
B. Undang Undang Hak Paten
Pasal 1 angka 1 UU Paten menyatakan bahwa hak paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
Hak eksklusif adalah hak yang mendasari pemegang paten
untuk untuk memproduksi, menggunakan, menjual, dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan penjualan barang tersebut.
Adapun pengertian paten dalam UU Paten, sesuai dengan
apa yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Paten Tahun 1997 yaitu
hak eksklusif yang diberi oleh negara terhadap inventor atas invensinya di
bidang teknologi dalam jangka waktu yang tertentuuntuk dapat melaksanakan
penemuannya secara sendiri, atau orang lain yang mendapatkan izin dari
inventor. dan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Paten Tahun 1997 yang menyatakan
penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang
·
Subyek Yang Dipatenkan
Mengenai subjek paten pasal 10 UU paten No. 14 tahun
2001 menyebutkan sebagai berikut:
1.
Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang
menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan.
2.
Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara
bersama-sama, hak atau invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para
inventor yang bersangkutan.
Dalam pasal 11 UU No. 14 tahun 2001 disebutkan;
“Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai inventor adalah seseorang atau
beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagi inventor dalam
permohonan
·
Istilah-istilah Dalam Paten
Di Indonesia, prosedur permohonan Paten di atur dalam
UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Dalam paten ada beberapa istilah yang perlu
untuk kita fahami bersama, diantaranya adalah akan dijelaskan pada subbab
berikut.
Invensi
Adalah ide
inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat
berupa produk atauproses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk
atau proses.
Investor Atau Pemegang Paten
Inventor
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak
tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.
C.
Hak Yang Dimiliki Oleh Pemegang Paten
Pemegang
paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya
dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
1.
Dalam hal Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor,
menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk di jual atau disewakan atau
diserahkan produk yang di beri paten.
2.
Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi
yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang
dimaksud dalam huruf a.
·
Pemegang Paten berhak memberikan lisensikepada
orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
·
Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui
pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatas.
·
Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan
sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu
tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 diatas.
D.
Persyaratan yang Harus dipenuhi dalam Hak Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi
persyaratan administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Paten. Sistem First to File Adalah suatu sistem pemberian
Paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertamakali mengajukan
permohonan dianggap sebagai pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.
Suatu permohonan Paten sebaiknya diajukan secepat mungkin, mengingat
sistem Paten Indonesia menganut sistem First to File. Akan tetapi
pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus secara lengkap menguraikan
atau mengungkapkan penemuan tersebut.
1.
Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang
sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan
invensi yang akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka
inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan
Patennya dengan teknologi terdahulu.
2.
Melakukan Analisis.tahapan ini dimaksudkan
untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang
akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
3.
Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan
tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka
invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan Patennya. Sebaliknya jika tidak
ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan
untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan permohonan Paten.
3.
Hak merek (trademark)
A. Pengertian Hak Merek
Terkait dengan berbagai kasus merek yang terjadi perlu
untuk diketahui apa pengertian dari merek itu sendiri. Pengertian dari merek secara
yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Selain
menurut batasan juridis beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya
tentang merek, yaitu:
1. Rumusan dari H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., bahwa merek
adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga
dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
2. Rumusan dari Prof. R.
Soekardono, S.H., bahwa merek adalah sebuah tanda (Jawa: siri atau tengger)
dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan
asalnya barang atau menjamin kualitas barang dalam perbandingan dengan
barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau
badan-badan perusahaan lain.
3. Essel R. Dillavou,
Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan
seraya memberikan komentar bahwa tidak ada definisi yang lengkap yang dapat
diberikan untuk suatu merek dagang.
Pengertian
secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan
kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seorang
pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak
ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan
keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
Indonesia adalah negara
hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang telah dilahirkan
untuk mengatai berbagai masalah. Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek
yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat aturan-aturan dalam negeri, negeri
seribu ini juga ikut serta dalam berbagai perjanjain dan kesepakatan
internasional. Salah satuya adalah meratifikasi Kovensi Internasional
tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan
dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1
Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang
ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good),
penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah
merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word
Trade Organization).
Pada tahun 1961
Indonesia mempunyai Undang-undang baru mengenai merek perusahaan dan perniagaan
LN. No. 290 Tahun 1961 dengan 24 pasal dan tidak mencantumkan sanksi pidana
terhadap pelanggaran merek. Dengan meningkatnya perdagangan dan industri serta
terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia maka lahir berbagai kasus
merek. Perkembangan sengketa merek di dunia semakin ramai yang khususnya menyerang
pemilik merek terkenal yang menimbulkan konflik dengan pengusaha lokal,
berbagai alasan yang menyebabkannya diantaranya :
1. Terbukanya sistem ekonomi nasional,
sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek
terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan
usahanya.
2. Pemilik merek terkenal belum atau tidak
mendaftarkan dan menggunakan mereknya di Indonesia.
Banyaknya sengketa merek
maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang “Penolakan Permohonan
Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”.
Dengan adanya aturan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang
mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang
ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan
tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01
untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa berlakunya
UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan perubahan yang terjadi
dalam dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan dagang telah berkembang dan
berubah dengan cepat, hal tersebut menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam
Undang-undang merek Tahun 1961 sudah sangat tertinggal jauh sekali. Untuk
mengantisipasi perkembangan tersebut maka pemerintah pada waktu itu
mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992) sebagai
pengganti UU No.21 tahun 1961.
B. Jenis-jenis Merek
Menurut wikipedia, merek
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
1. Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis
lainnya.
C. Fungsi Pendaftaran Hak Merek
Pendaftaran hak merek
dapat diajukan oleh seseorang, beberapa orang dan badan hukum. Berikut fungsi
pendaftaran hak merek:
1. Sebagai alat bukti bagi pemilik yang
berhak atas merek yang didaftarkan.
2. Sebagai dasar penolakan terhadap merek
yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh
orang lain untuk barang/jasa sejenis.
3. Sebagai dasar untuk mencegah orang lain
memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk
barang/jasa sejenis.
D.
Undang-undang Hak Merek
Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan
konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan
Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang
sehat
Untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek
guna memberikanpeningkatan layanan bagi masyarakat
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, serta
memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada,
dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar